Monday, June 28, 2010

Pers Lakukan Pelanggaran Kode Etik

JAKARTA, KOMPAS.com - Media diingatkan untuk tetap mengedepankan kode etik dalam melakukan peliputan dan pemberitaan mengenai kasus video porno yang diduga melibatkan sejumlah artis. Dewan Pers menilai, belakangan media seperti terjebak dalam pusaran kepentingan ekonomi dalam melakukan kegiatan jurnalistiknya.

"Pers harus tetap berpegang pada kode etik jurnalistik dalam segala situasi dan semua kasus, termasuk pemberitaan kasus video cabul. Pemberitaan dan peliputan mutlak dilakukan dengan menghormati hak privasi narasumber," kata Ketua Dewan Pers Bagir Manan dalam konferensi pers di Gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (25/6/2010).

Menurut Bagir Manan, insan media seharusnya tidak terpengaruh tekanan kepentingan ekonomi dibalik pemberitaan suatu kasus. Mulai dari jajaran pemimpin redaksi hingga awak media di lapangan, tetap harus mengedepankan etika jurnalistik.

Hal ini, menurut Bagir tidak terlepas dari kebebasan pers yang dimiliki media. Kebebasan pers harus tetap dijaga dengan sikap bertanggung jawab. Dia mengatakan, perilaku dalam peliputan dan pemberitaan yang tidak berpegang pada kode etik bisa membawa masalah bagi insan media ke depannya.

Dalam kasus video cabul, kata Bagir Manan, awak media di lapangan seharusnya tetap menghormati hak-hak narasumber. "Semua pihak boleh berharap ketiga artis itu bicara, tapi semua pihak tidak punya hak untuk memaksa mereka bicara atau mengakui sesuatu yang bersifat privat," tegas Bagir.
media seperti melupakan ekses negatif dari pemberitaan video cabul tersebut bagi para pengakses media.
Dia mengingatkan, jika awak media tetap bersikap memaksa narasumber tanpa memerhatikan kode etik, maka hal tersebut justru bisa membuat media terkena perkara hukum. "Karena itu bisa jadi dasar pers diperkarakan. Kemerdekaan pers adalah hal prinsipil, maka harus disertai tanggung jawab," paparnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Pers Agus Sudibyo menyoroti banyaknya pelanggaran etika jurnalistik oleh awak media terkait kasus video cabul.

Menurutnya, media seperti melupakan ekses negatif dari pemberitaan video cabul tersebut bagi para pengakses media. Sementara sikap awak media di lapangan, kata Agus, banyak tidak mengindahkan kode etik.

"Beberapa media massa bertindak terlalu jauh. Bahkan sampai terjadi insiden seorang kameramen melaporkan Ariel. Di situ sebenarnya telah terjadi pelanggaran kode etik dengan memegang bagian tubuh narasumber dan menghalanginya. Memang bisa jadi tidak sengaja, tapi hendaknya jurnalis Indonesia profesional dan imparsial," tegasnya.

Lebih lanjut, Agus mengatakan, semua insan media harus menempatkan ruang media sebagai ruang publik sosial untuk mendiskusikan hal-hal yang benar-benar penting dan relevan dengan kepentingan publik. "Harus dihindarkan perdebatan yang terlalu jauh memasuki ranah privat atau domain pribadi seseorang tanpa memperhatikan relevansi untuk kepentingan publik," tandasnya.

No comments:

Post a Comment