Thursday, April 7, 2011

Media Tradisional Versus New Media

Kami adalah media baru. Tidak perlu uang untuk membeli kertas. Tidak perlu uang untuk membeli tinta.
Kami cuma berbekal waktu, bandwidth, informasi dan segumpal daging diantara telinga kami.
Kami tidak minta pengakuan. Kami tidak berniat menjatuhkan. Karena itu akan terjadi dengan sendirinya. :p
Kamu sudah punya dunia yang begitu luas diluar sana dimana kami tunduk pada aturan-aturanmu.
Ini adalah dunia kami. Taman bermain raksasa kami yang tanpa batas.
Disini: Those who can do, rule. Those who wish to rule, learn.
SELAMAT DATANG DI INTERNET.
Enda Nasution's weblog


Nothing endures but changes ...
Tidak ada yang abadi kecuali perubahan. Itulah kata-kata Heraclitus, filsuf asal Yunani yang hidup di abad kelima.
Karena perubahan adalah suatu keniscayaan, maka hal terbaik untuk menghadapinya adalah dengan beradaptasi. Hal itu juga berlaku dalam dunia media massa, di mana media tradisional tidak seharusnya khawatir terhadap perkembangan media elektronik saat ini.
"Media tradisional tidak akan mati dan media baru tidak akan membunuh media tradisional. Yang terjadi adalah kolaborasi," ujar Andi Sadha, chairman acara Asia Pacific Media Forum, dalam pembukaan APMF di Nusa Dua, Bali.
Hal itu dibenarkan Rob Allyn, salah satu pembicara kunci di acara tersebut, yang mengatakan bahwa media baru beserta teknologinya bukan sesuatu yang harus ditakuti, melainkan harus dirangkul. "Media akan terus berubah dan berkembang. Maka, cara paling bijaksana menyambutnya adalah dengan merangkulnya," ujar Allyn.
Senada dengan Andi Sadha, Allyn mengatakan bahwa media tradisional tidak akan mati. "Seandainya mati sekalipun, dalam hal ini surat kabar, maka ia dapat bereinkarnasi menjadi media baru yang lebih baik. Dengan catatan, ia memiliki konten yang berkualitas. Artinya, konten menjadi sesuatu yang penting dalam kelahiran kembali itu."

palembang.tribunnews.com/view/37168/media_baru_bukan_pembunuh_media_lama

No comments:

Post a Comment